Beranda | Artikel
Sinergi Lingkungan Positif di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat
Rabu, 25 September 2024

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Sinergi Lingkungan Positif di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 20 Rabiul Awal 1446 H / 24 September 2024 M.

Kajian Tentang Sinergi Lingkungan Positif di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat

Contohnya, jika seorang anak mendapatkan lingkungan yang baik di rumah, penuh kasih sayang, kehangatan, dan kondusif, tetapi tidak mendapatkan hal yang sama di sekolah, maka hal ini dapat merusak pendidikan yang diterimanya di rumah. Begitu juga jika anak mendapatkan lingkungan yang baik di rumah dan sekolah, tetapi lingkungan di luar rumah dan sekolah tidak mendukung, atau bahkan sebaliknya, maka pendidikan yang diterima pun bisa menjadi tidak optimal.

Sebagai contoh, kita membangun lingkungan yang disiplin bagi anak di rumah, lalu ia juga mendapatkan lingkungan yang mendukung kedisiplinan di sekolah. Namun, jika ia tidak menemukan hal yang sama di luar rumah dan sekolah—misalnya di lingkungan sekitar atau di masyarakat secara umum—ini dapat merusak nilai-nilai kedisiplinan yang sudah tertanam.

Oleh karena itu, ketiga lingkungan ini harus saling mendukung. Di rumah, tanggung jawab besar berada di tangan orang tua. Di sekolah, tanggung jawab berada di tangan guru, asatidz, dan pendidik lainnya. Sementara di luar, masyarakat sekitar—baik tetangga maupun masyarakat luas—perlu menampilkan contoh yang baik. Namun, masalah yang sering terjadi adalah lingkungan di luar rumah dan sekolah, di mana kadang anak-anak melihat hal yang bertentangan dengan apa yang diajarkan di rumah dan di sekolah.

Contohnya, di rumah anak dilatih untuk membuang sampah pada tempatnya, bahkan diajarkan untuk memisahkan sampah kering, basah, dan plastik. Di sekolah, anak mungkin juga mendapatkan disiplin yang sama, di mana sekolah menyediakan tempat sampah yang terpisah untuk sampah kering, basah, dan plastik. Namun, ketika anak berada di luar rumah dan sekolah, ia melihat orang-orang membuang sampah sembarangan, bahkan tempat sampah yang disediakan tidak digunakan sebagaimana mestinya. Hal ini bisa membingungkan anak karena bertentangan dengan apa yang diajarkan di rumah dan sekolah.

Masalah terbesar memang sering muncul dari lingkungan luar, di mana masyarakat secara umum tidak terdidik dengan pendidikan yang sama. Untuk itu, penting bagi kita semua untuk mendukung terciptanya lingkungan yang positif, baik di rumah, sekolah, maupun di luar.

Ini adalah PR besar bagi rakyat Indonesia, karena menciptakan lingkungan masyarakat yang mendukung pendidikan bukan hanya tanggung jawab rumah dan sekolah saja, tetapi juga seluruh elemen masyarakat. Bagaimana reaksi anak ketika ia melihat di jalan raya seseorang dengan seenaknya membuang sampah dari dalam mobil? Hal ini tentu dapat merusak pendidikan yang sudah ditanamkan di rumah dan sekolah.

Anak cenderung meniru apa yang dilihatnya. Di rumah, ada tempat sampah; di sekolah, juga ada tempat sampah. Namun, di luar rumah dan sekolah, ia mungkin melihat bahwa tempat sampah jarang ditemukan, dan orang-orang membuang sampah sembarangan. Melihat hal ini, anak bisa berasumsi bahwa kedisiplinan dalam hal membuang sampah hanya berlaku di rumah dan sekolah, sementara di luar, hal itu tidak perlu diikuti.

Inilah yang bisa mementahkan pendidikan yang diberikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan tugas bersama, tidak hanya menjadi tanggung jawab keluarga atau sekolah, tetapi juga seluruh masyarakat.

Tantangan yang dihadapi masyarakat dalam menerapkan disiplin sangatlah besar. Mungkin anak-anak telah diajarkan disiplin di rumah dan di sekolah, tetapi di luar lingkungan itu, mereka tidak menemui hal yang sama. Akibatnya, sangat sulit menumbuhkan kebiasaan disiplin yang konsisten. Misalnya, secara teori kita mengajarkan anak untuk taat pada peraturan, di sekolah pun demikian. Namun, ketika di luar, anak melihat lampu merah dilanggar begitu saja, tanpa adanya konsekuensi. Manusia cenderung memilih jalan yang lebih mudah bagi dirinya, dan melanggar aturan seringkali terasa lebih mudah daripada taat, apalagi jika hukuman tidak dijalankan dengan tegas.

Anak-anak adalah peniru ulung, mereka meniru apa yang mereka lihat. Ketika di lingkungan luar rumah dan sekolah aturan dilanggar, peran orang tua dan guru menjadi sangat terbatas. Mereka tidak lagi bisa berbuat banyak, karena pengaruh lingkungan luar sangat kuat. Kesadaran bersama sebenarnya sangat diperlukan, namun seringkali sulit diterapkan. Contohnya, jika kita menegur seseorang yang membuang sampah sembarangan, orang yang ditegur bisa lebih galak daripada yang menegur. Bahkan, kita yang bisa saja diomeli atau disalahkan.

Hal yang sama terjadi di jalan raya. Ketika kita berhenti di lampu merah, mungkin ada orang lain yang tidak sabar dan membunyikan klakson agar kita jalan, meskipun lampu masih merah. Ini adalah potret dari masalah disiplin yang ada di masyarakat kita.

Pendidikan yang diberikan di rumah dan sekolah dapat berjalan efektif jika lingkungan mendukung. Namun, jika anak tidak mendapatkan pendidikan yang baik di rumah dan sekolah, kondisinya akan lebih buruk lagi. Ketika di luar, ia justru melihat praktik-praktik yang menyimpang dari etika dan akhlak yang baik. Seperti, orang-orang yang saling serobot dan tidak merasa bersalah saat melanggar hak orang lain, seperti kendaraan yang menyerobot hak pejalan kaki, dan pejalan kaki yang tidak berjalan pada tempatnya. Ini adalah cerminan buruk yang dilihat oleh anak-anak. Dalam kondisi seperti ini, sulit bagi kita untuk berharap lebih.

Maka dari itu, lingkungan yang efektif dalam mendidik anak terdiri dari tiga faktor: lingkungan rumah, sekolah, dan luar rumah (masyarakat). Ketiga faktor ini seharusnya saling mendukung. Namun, kita tidak perlu terlalu fokus pada lingkungan luar yang sulit dikendalikan. Lingkungan di sekolah menjadi tanggung jawab para pemangku kebijakan pendidikan, sementara lingkungan luar sangat tergantung pada para pemimpin yang memberikan contoh kepada masyarakat. Ini juga berkaitan dengan pendidikan yang mereka terima baik di sekolah maupun di rumah.

Maka, jika kita melihat anak-anak remaja yang terlibat dalam kenakalan remaja, seperti tawuran dan perilaku buruk lainnya, kita tidak bisa serta-merta menyalahkan mereka. Orang tua juga tidak selalu berada di pihak yang benar, seolah-olah mereka tidak pernah bersalah. Menyalahkan anak saja tanpa melihat peran orang tua bukanlah pendekatan yang adil.

Anak-anak mungkin tidak mendapatkan lingkungan yang baik di rumah. Mereka bisa saja tidak merasakan kehangatan atau pendidikan yang memadai dari orang tuanya. Di sekolah, para guru mungkin sudah kewalahan. Apalagi, saat ini kesan yang muncul adalah bahwa pendidikan menjadi terlalu mahal, sehingga orang tua merasa seolah-olah mereka “membeli” layanan pendidikan untuk anak-anaknya. Hal ini berdampak pada sikap anak-anak yang merasa terlindungi secara berlebihan oleh orang tua.

Berbeda dengan masa lalu, ketika seorang anak dihukum oleh guru, mereka takut jika orang tua tahu, karena bisa jadi hukuman akan berlanjut di rumah. Namun sekarang, anak-anak langsung melapor kepada orang tuanya, dan orang tua pun datang melabrak sekolah. Fenomena ini menunjukkan salah satu efek negatif dari pendidikan berbiaya mahal, di mana segala sesuatu seolah-olah sudah dibeli, termasuk para guru. Akibatnya, ketidakberdayaan sekolah sering terlihat.

Lihat juga: Rumah Adalah Sekolah Pertama

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54514-sinergi-lingkungan-positif-di-rumah-sekolah-dan-masyarakat/